TRANSFER EMBRIO (TE)
Pada saat ini masih sedikit sekali yang ingin tahu
tentang Transfer Embrio (TE) padahal jika merunut dari sejarah yang ada
transfer embrio (TE) di Indonesia ini sudah ada sekitar tahun 1980 an yang
diawali dengan pemaparan oleh seorang berkebangsaan Amerika di Balai Penelitian
Ternak di Ciawi Bogor. Untuk aplikasi pertama kali di Indonesia di laksanakan
di Cicurug Sukabumi dengan menggunakan embrio beku yang berasal dari Amerika
Serikat (blog drh.Yudi) sehingga pada akhirnya pada sekitar tahun 1994
didirikanlah Balai Embrio Ternak yang berlokasi di Gunung Salak Bogor yang
merupakan pengembangan dari BPT HMT Cisarua.
Jika merunut sejarah yang ada embrio transfer ini
dilakukan pada sekitar tahun 1890 oleh seorang yang bernama Walter Heap yang
menggunakan kelinci sebagai obyeknya. (Ross Wilson, Maffra Secondary
College (1992), Namun Embrio Transfer belum diterapkan secara komersial sampai
akhirnya ada hormon FSH (folikel stimullating hormon) tahun 1950 yang pada
awalnya dilakukan dengan melakukan pembedahan untuk pelaksanaan flushingnya
(panen embrio) dan aplikasi tranfer embrionya.
Prinsip dasar transfer embrio adalah dengan menitipkan
embrio yang dihasilkan kepada ternak / indukan lain istilah lainnya hanya
meminjam rahim dari ternak resipien. Transfer Embrio diawali
dengan penyuntikan hormon reproduksi seperti FSH ke ternak donor dengan tujuan
untuk merangsang dan memperbanyak ovulasi (pelepasan sel telur) sehinga didapat
embrio dengan jumlah yang lebih dari 1 (satu). Penyuntikan hormon FSH ini
dilakukan selama 4 (empat) hari berturut-turut pagi dan sore hari dengan dosis
menurun dan interval penyuntikan setiap harinya 8 – 12 jam dan pada hari ke 3
ditambahkan dengan penyuntikan PGF2α dengan tujuan supaya donor tersebut
berahi. Inseminasi Buatan dilakukan pada hari kedua-ketiga (48-72 jam)
setelah pemberian PGF2α atau setelah donor tersebut menunjukkan tanda-tanda
berahi dan IB dilaksanakan sebanyak 3 kali dengan interval inseminasi setiap 12
jam. Flushing (Panen Embrio) dilakukan pada hari ke 7 setelah berahi atau
setelah IB pertama kali. Tahapan dalam pelaksanaan flushing adalah dengan
menyiapkan media flushing seperti Lactated Ringer/PBS, Calf
serum 1%, Antibiotik dan anastesia lokal (Lidocain HCl 2%) sedangkan
peralatan yang digunakan cervix expander, folley catheter,
selang silicon, stilet, botol penampungan media, jarum
suntik, spuit, gunting, glove dan gun spul.
Langkah berikutnya adalah dengan menempatkan ternak
yang akan di flushing ke kandang jepit dilanjutkan dengan melakukan anastesi
epidural lalu melakukan pembersihan rektum dan memasukan expander dengan
tujuan untuk membuka celah cervix diteruskan dengan memasukan folley
catheter diarah bisa ke arah kanan atau kiri terlebih dahulu dan
memberikan balon udara dengan tujuan untuk membendung cairan flushing yang
terdapat embrio langkah berikutnya adalah melakukan pemanenan embrio dengan
cara pembilasan lactat ringer dan dilakukan berulang
ulang sampai habis. Setelah pelaksanaan flushing dilakukan penyuntikan
PGF2α yang bertujuan untuk meluruhkan CL yang ada sehingga mempercepat
timbulnya berahi lagi dan uterus dibilas dengan iodine povidon bertujuan untuk
mencegah infeksi dan membersihkan saluran reproduksinya.
Tahapan
selanjutnya adalah penilaian kualitas embrio yang dikategorikan
menjadi Grade 1. Excellen or Good; Grade 2. Fair; Grade 3. Poor
dan Grade 4. Dead or degenerating. Grade 1. Excellen atau Good mempunyai
cirri-ciri :
Embrio
simetris, bulat (spherical) dengan blastomere yang seragam baik pada
ukuran, warna maupun kepadatannya.
Memiliki
bentuk yang konsisten dengan fase perkembangan embrio. Bentuk irregular
relative minor
Memiliki
Minimal 85% material selular dalam keadaan intact dan massa embrio
hidup.
Zona
pelusida bulat, mulus, tidak menempel pada cawan petri atau pipet.
Kualitas 2: Fair
Bentuk
tidak teratur (irregular), kategori sedang dalam hal massa embrio,
ukuran, warna dan kepadatan sel-sel individual.
Sel
intact dan massa embrio hidup minimal sebanyak 50%
Kualitas
3: Poor
Didominasi
bentuk tidak teratur pada bentuk massa embrio, ukuran, warna, dan kepadatan
individu sel.
Sel
intact dan massa embrio hidup minimal sebanyak 25%
Kualitas
4: Dead or degenerating
Embrio
degenerasi
Oosit
embrio
1 sel: tidak hidup/mati.
Setelah dilakukan evaluasi embrio tahap selanjutnya
embrio dibekukan melalui proses pembekuan dan kemudian dapat disimpan pada
nitrogen cair dengan suhu -196 oC atau dapat langsung di aplikasikan
(ditransferkan) pada sapi resipien Transfer embrio baik yang beku ataupun segar
mempunyai beberapa keuntungan diantaranya mendapatkan keturunan yang
terbaik dari ternak yang mempunyai keunggulan secara genetic, jumlah keturunan
yang didapat lebih dari satu jika dibandingkan secara alami ternak hanya
mendapatkan keturunan satu ekor pertahunnya, diperoleh keturunan sifat dari
kedua tetuanya, memperpendek interval generasi sehingga perbaikan mutu genetik
ternak lebih cepat diperoleh, bahkan bisa dibuat induksi untuk kelahiran kembar
(ganda). Namun transfer embrio juga mempunyai beberapa kelemahan diantaranya
membutuhkan biaya yang sangat besar, ketersediaan hormone reproduksi yang masih
tergantung dari luar negeri karena belum banyak diproduksi di dalam negeri.
Transfer embrio dilakukan pada hari ketujuh setelah
berahi dan dilakukan pemeriksaan terhadap ternak resipien melalui
palpasi rektal dengan tujuan mengecek ada tidaknya CL (Corpus Lutheum) adanya
CL merupakan salah satu indikator bahwa ternak tersebut mempunyai kandungan
hormon progesteron yang tinggi yang berperan dalam mempertahankan kebuntingan.
Ada beberapa kesalah fahaman yang sering terjadi pada
saat pelaksanaan transfer embrio ini dilapangan diantaranya adalah :
Adanya
anggapan bahwa dengan tranfer embrio jaminan 100% bunting padahal sebenarnya
tidak seperti itu hal tersebut tergantung dari beberapa hal diantaranya :
Kondisi ternak resipiennya jika kondisinya tidak bagus maka kemungkinan tingkat
keberhasilannya kecil sekali, Asupan nutrisi yang diberikan jika kwaliatas
nutrisi yang diberikan kurang bagus juga akan mempengaruhi tingkat keberhasilan
transfer embrio tersebut, manejeman pemeliharaan, kultur pemeliharaansering
ditemui sapi yang telah dilakukan TE banyak dipekerjakan di ladang/sawah hal
tersebut sering terjadi di tingkat petani peternak;